Berita tentang 77 Siswa yang diperlakukan tidak manusiawi oleh pendamping atau pembina di Seminari St. Maria Bunda Segala Bangsa Maumere sungguh menghentak dan mengagetkan banyak pihak. Seminari sebagai lembaga yang diakui anti terhadap kekerasan manusia selama ini menjadi seolah-olah lembaga yang berbalik arah dengan sistem pembinaan yang kurang manusiawi.
Berita atau informasi yang menggemparkan turut menyatakan perlakuan itu dibuat oleh pendamping atau pembina.
Ternyata hal tersebut bukan demikian, RD. Feliks Dari salah satu Pembina ketika dimintai keterangannya menuturkan, "kita di Seminari selalu membuka ruang kepada semua Seminaris untuk belajar memimpin, mengatur dan terutama yang senior menjadi model, teladan bagi yang yunior. Seminari tidak pernah membenarkan adanya praktek kekerasan dalam bentuk apa pun. Dan terhadap kasus ini, sikap Seminari tegas dan jelas, mengeluarkan 2 oknum Seminaris pelaku tindakan tidak manusiawi tersebut."
Pernyataan RD. Feliks Dari, sebagaimana telah dibuat klarifikasi oleh RD. Deodaktus Duu, Praeses Seminari St. Maria Bunda Segala Bangsa dalam Press Release yang diterima media ini melalui Sekjen Keuskupan Maumere, RD. Epi Rimo.
Isi tulisan itu berbentuk kronologis, kesimpulan, sikap, pesan kesan dan harapan terhadap semuan pihak dalam mendukung pembimaan di lembaga tersebut. Berikut detail klarfikasi yang bisa dibaca dan dilihat sehingga jelas diketahui duduk persoalan sebenarnya.
Berdasarkan berbagai informasi yang berkembang tentang 77 Anak yang Dihukum Makan Kotoran oleh Kakak Kelasnya - yang beredar di beberapa platform media online dengan berbagai variasi judul, kami ingin menyampaikan beberapa hal berikut:
1. Peristiwa ini terjadi pada hari Rabu, 19 Februari 2020 - antara pukul 14.30 sampai 15.00
Semuanya bermula ketika salah seorang siswa kelas VII yang membuang kotorannya sendiri pada sebuah kantong plastik yang selanjutnya disembunyikan di sebuah lemari kosong di kamar tidur unit bina SMP Kelas VII. Sekitar pukul 14.00 (setelah makan siang) seperti biasa dua orang kakak kelas XII yang ditugaskan untuk menjaga kebersihan unit kelas VII menemukan kotoran tersebut. Mereka kemudian mengumpulkan para siswa kelas VII di asrama untuk dimintai informasi tentang kotoran tersebut. Namun, para siswa kelas VII tidak ada yang mengakuinya. Berkali-kali kakak kelas meminta kejujuran dari adik - adiknya tetapi mereka tetap tidak mengakuinya.
Akhirnya, karena marah, salah seorang kakak kelas tersebut mengambil kotoran dengan sendok makan lalu menyentuhkan kotoran
tersebut pada bibir atau lidah. Perlakuannya berbeda pada masing-masing anak. Selanjutnya kakak kelasnya meminta supaya peristiwa tersebut dirahasiakan dari para Pembina (Para Romo dan Frater) dan para orangtua. Peristiwa ini baru diketahui para pembina (Romo dan Frater) pada hari Jumat, 21 Februari 2020 dari salah satu siswa kelas VII yang datang
bersama dengan orangtuanya untuk melaporkan kejadian tersebut.
Menyikapi laporan
tersebut, para Pembina (Romo dan Frater) memanggil siswa kelas VII dan kedua kakak kelas tersebut untuk dimintai keterangan lebih lanjut. Selanjutnya, pada hari Selasa, 25 Februari 2020 - pukul 09.00 sampai 11.15, para pembina bersama para orangtua siswa kelas VII mengadakan pertemuan bersama yang juga menghadirkan seluruh siswa kelas VII dan kedua kakak kelas.
Dalam pertemuan dimaksud, persoalan ini dibicarakan secara serius penuh keterbukaan dan kejujuran, Seminari secara terbuka telah meminta maaf atas peristiwa ini di hadapan orangtua dan sekaligus memberi sanksi yang tegas kepada kedua kakak kelas tersebut. Para orangtua juga menyayangkan peristiwa dimaksud sambil berharap agar kejadian tersebut tidak terulang kembali di waktu yang akan datang. Selanjutnya sebagai bentuk pembinaan untuk kedua kakak kelas tersebut, maka pihak seminari memutuskan untuk mengeluarkan keduanya dari Seminari Maria Bunda Segala Bangsa Sementara itu, para siswa kelas VII juga dibuat pendampingan dan pendekatan lebih lanjut oleh para pembina (Romo dan Frater) untuk pemulihan mental dan menghindari trauma
2. Dari kronologi di atas, maka kami sekali lagi ingin menegaskan:
a. TERMINOLOGI "MAKAN" YANG DIPAKAI OLEH BEBERAPA MEDIA SAAT MEMBERITAKAN PERISTIWA INI, AGAKNYA KURANG TEPAT SEBAB YANG SEBENARNYA TERJADI ADALAH SALAH SEORANG KAKAK KELAS "MENYENTUHKAN" SENDUK YANG ADA FESES PADA BIBIR ATAU LIDAH SISWA KELAS VII.
b. PERISTIWA INI TERJADI DI KAMAR TIDUR UNIT BINA SMP KELAS VII DAN BUKAN DI RUANG KELAS SEBAGAIMANA DIBERITAKAN MEDIA.
c. PERISTIWA INI TIDAK DILAKUKAN OLEH PEMBINA ATAU PENDAMPING (ROMO DAN FRATER) - SEBAGAIMANA YANG DIBERITAKAN BEBERAPA
MEDIA - TETAPI OLEH SALAH SEORANG SISWA KELAS XII
d. PIHAK SEMINARI BUNDA SEGALA BANGSA BUKAN TIDAK MAU DIWAWANCARAI SEBAGAIMANA DIUNGKAPKAN DALAM PEMBERITAAN MELAINKAN INGIN TERLEBIH DAHULU MELAKUKAN PERTEMUAN INTERNAL UNTUK KEMUDIAN DISAMPAIKAN KEPADA MEDIA PADA WAKTUNYA.
e. PIHAK SEMINARI BUNDA SEGALA BANGSA TIDAK PERNAH MELAKUKAN PEMBIARAN TERHADAP SEGALA BENTUK KEKERASAN DAN BULLYING DALAM BENTUK APAPUN, DAN SELALU BERTINDAK TEGAS APABILA
TERJADI HAL-HAL DEMIKIAN.
3. Dengan rendah hati, kami pihak Seminari St. Maria Bunda Segala Bangsa Maumere, menyampaikan permohonan maaf sedalam-dalamnya kepada semua pihak teristimewa kepada orangtua dan keluarga para siswa kelas VII atas peristiwa yang terjadi ini. Bagi kami, peristiwa ini menjadi sebuah pembelajaran untuk melakukan pembinaan secara lebih baik di waktu-waktu yang akan datang. Kami berterima kasih atas segala kritik, saran, nasehat, dan teguran yang bagi kami menjadi sesuatu yang sangat berarti dengan harapan agar lembaga ini terus didoakan dan didukung supaya menjadi lebih baik. ***