Kupang, mt.bcom- Kepala Unit (Kanit) Resort Kriminal (Reskrim) Kepolisian Sektor (Polsek) Kecamatan Kupang Tengah, Bripka Pance P. Sopacua (NRP. 183111076) mengancam akan melaporkan tindak pidana pemfitnahan kepada 5 orang wartawan yang meliput kejadian penolakan dirinya atas laporan dugaan ‘Mafia Tanah’ di Desa Oeltua, Kecamatan Taibenu, Kabupaten Kupang, Minggu (23/5/21).
Pengancaman itu dikatakan Kanit Pance saat Advokat Samuel Haning sedang memberikan pernyataan pers. Haning meminta Kapolri dan Kapolda NTT untuk mencopot Kanis Pance karena menolak laporan/pengaduan masyarakat.
Mendengar pernyataan Haning, Kanit Pance pun langsung mengeluarkan ancamannya. “Kalau tulis berita, beta lapor pemfitnahan,” ujarnya sambil menunjuk ke arah wartawan dengan tangan kanannya.
Pengancaman tersebut bermula ketika Soleman Amnahas dan keluarganya mendatangi Polsek Kupang Tengah didampingi kuasa hukumnya, Samuel Haning sekitar Pukup 11.30 Wita. Seperti disaksikan Tim Media ini, sekitar Pukul 12.00 Wita, tampak Kanit Pance dan beberapa aparat Polsek akan meninggalkan kantornya.
Kanit Pance pun menemui Haning dan keluarga Amnahas dan mengatakan akan keluar ke lapangan. Haning pun menyampaikan tujuan kedatangannya dan keluarga Amnahas untuk melaporkan dugaan ‘Mafia Tanah’ dengan melakukan pemalsuan dokumen-dokumen untuk penerbitan sertifikat Asli tapi Palsu alias ‘Aspal’.
Pembicaraan itupun berkembang menjadi adu argumen alias pertengkaran antara Kanit Reskrim, Pance Sopacua dengan Kuasa Hukum, Samuel Haning. Pertengkaran itu dipicu oleh penolakan Kanit Reskrim, Pance Sopacua terhadap Soleman Amnahas dan keluarganya yang akan melaporkan dugaan ‘Mafia Tanah’ yang merampas tanah hak miliknya sekitar 4461 m2 di RT/RW. 16/07, Dusun 4, Desa Oeltua.
Menurut Pance, pihaknya tidak bisa menerima laporan karena pihak yang dilaporkan telah memegang Sertifikat Hak Milik (SHM). “Tadi Kapolsek telepon, bilang ada yang mau buat laporan pengrusakan pagar. Tapi pihak sebelah sudah punya sertifikat. Kita tidak bisa periksa. Tapi sekarang pak bilang mau buat laporan pemalsuan dokumen,” ujarnya sambil menunjuk-nunjuk ke arah Haning.
Sedangkan menurut Haning, sebagai aparat Kepolisian, Kanit Pance dan anggotanya harus menerima laporan masyarakat. “Harusnya diterima dulu laporan masyarakat dan diselidiki dulu. Apakah dokumen-dokumen terkait penerbitan sertifikat itu dipalsukan atau tidak. Kalau tidak cukup bukti silahkan keluarkan SP2HP dan SP3,” tandas Advokad berkepala plontos itu.
Pertengkaran tersebut terus berlanjut karena keduanya berusaha mempertahankan argumennya. Kanit Pance tetap bersikukuh untuk tidak menerima laporan dugaan ‘Mafia Tanah’. Tapi anehnya, Ia malah mempersilahkan untuk melaporkan masalah tersebut ke Polres Kabupaten Kupang. Sementara Haning mengatakan bahwa sesuai UU, tugas polisi adalah menerima pengaduan masyarakat.
Pertengkaran itu berakhir setelah Kanit Pance pamit untuk pergi menuju Tempat Kejadian Perkara (TKP) bersama beberapa orang aparat Polsek. Saat itu, Advokat Samuel Haning memanggil wartawan untuk mendekat ke arahnya karena akan memberikan keterangan pers terkait penolakan terhadap laporan dugaan ‘Mafia Tanah’ tersebut. Sementara itu, Kanit Pance dan anggotanya berjalan menuju mobil minibus yang diparkir tak jauh dari tempat pertengkaran.
“Saya minta kepada Bapak Kapolri dan Kapolda NTT untuk mencopot Kanit Pance karena tidak melayani laporan masyarakat. Harusnya laporan masyarakat diterima dulu, kemudian diproses. Kalau tidak memenuhi unsur yah ... silahkan SP2HP atau SP3. Bukan begini caranya,” tegas advokad yang biasa disapa Paman Sam.
Mendengar pernyataan Paman Sam, Kanit Pance yang sudah duduk di Jok depan (bagian kiri, red) mobil double cabin itu mengatakan, “Kalau tulis berita, beta lapor pemfitnahan,” ujarnya sambil menunjuk ke arah wartawan dengan tangan kanannya.
Mendengar ancaman Pance tersebut, 2 orang wartawan langsung berusaha mengkonfirmasi kepada Kanit Pance. “Tadi pak bilang apa?” ujar Petrus Bere (Pemred Patrolicia.Com) yang langsung mengkorfimasi Kanit Pance dari pintu kiri mobil tersebut.
Sementara itu, Hendrik Missa (Pemred Jejak Hukum Indonesia.Com) mengapit mobil tersebut dari pintu kanan mobil tersebut sambil menyalakan rekaman vidio. “Tidak ... tidak ...,” ujar Pance enggan memberikan klarifikasi terhadap pernyataannya sendiri.
Melihat kejadian itu, seorang anggota polisi yang duduk di kursi penyetir mobil berusaha meredakan ketegangan. “Sudah ... sudah pak,” ujarnya.
Karena Kanit Pance tak berani memberikan klarifikasinya, Petrus dan Hendrik pun meninggalkan mobil operasional Polsek Kupang Tengah tersebut. Tak lama kemudian, mobil itu meningalkan halaman depan Polsek Kupang Tengah.
Sementara itu, Kapolsek Kecamatan Kupang Tengah, Ipda Elpidus K. Feka, S.Sos yang datang tak lama setelah Pance dan anggotanya meninggalkan halaman Polsek teresebut, belum bersedia memberikan klarifikasi. “Jangan sekarang, besok saja supaya saya pakai seragam,” ujarnya.
Kemudian, Kapolsek Feka pun memanggil kembali Kanit Pance untuk melakukan koordinasi dan memfasilitasi pertemuan antara kedua pihak. Namun pertemuan tersebut tidak memberikan hasil karena kedua pihak tetap mempertahankan argumennya.
Seperti diberitakan sebelumnya, diduga ada ‘Mafia Tanah’ yang merampas lahan milik Soleman Amnahas dengan cara memalsukan sejumlah dokumen terkait penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) ‘Aspal’ atas nama Markus Tunbonat. Terkait dengan hal itu, keluarga Soleman Amnahas dan Kuasa Hukumnya, Samuel Haning akan melaporkan RT, Kepala Dusun, Kepala Desa dan Camat setempat serta Kepala Badan Pertanahan Kabupaten Kupang ke Polsek Kupang Tengah. (mt/tim)