MUTIARATIMUR.COM– KUPANG – Kegiatan hibah ternak (berupa babi ras/peranakan, Kambing Etawa, Kambing Lokal, Sapi Bali, Sapi Ongole, dan ayam KUB petelur) oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Nusa Tenggara Timur (NTT) melalui Dinas Peternakan NTT sekitar Rp 18,1 Milyar dinilai tidak berhasil alias gagal.
Demikian hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia (RI) Perwakilan NTT sebagaimana tertuang dalam Laporan Hasil Pemeriksan BPK RI tahun 2020 (LHP BPK Nomor 91.B/LHP/XIX.KUP/05/2021) tertanggal 17 Mei 2020.
Menurut BPK RI, hibah ternak kepada 667 Kelompok Penerima Manfaat (KPM) di 22 Kabupaten/Kota di NTT tahun 2018, 2019 hingga 2020 gagal karena ternak yang dihibahkan tersebut banyak yang mati atau hilang. “Kondisi tersebut mengakibatkan kegiatan hibah ternak Dinas Peternakan Provinsi NTT dalam mendukung penanganan dan pencegahan stunting tidak berhasil,” tulis BPK RI.
BPK RI juga mengungkapkan, berdasarkan hasil uji petik yang dilakukan pada 22 peternak di Kota Kupang, diketahui ada 21 peternak yang ternaknya telah mati atau hilang. “Hanya satu peternak yang telah berhasil mengembangkan ternaknya," bebernya.
Berdasarkan keterangan yang diperoleh BPK RI dari peternak, diketahui tidak semua peternak mendapat pendampingan dari petugas Dinas Peternakan Provinsi NTT. “Terdapat empat peternak yang selama mendapatkan hibah hewan tidak pernah mendapatkan pendampingan dari penyuluh,” Jelas BPK RI.
Kondisi tersebut, lanjut BPK RI, disebabkan karena Dinas Peternakan Provinsi NTT belum melaksanakan monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan secara berkala. “Dinas Peternakan Provinsi NTT juga belum berkoordinasi dengan OPD terkait di kabupaten/kota dalam memastikan kemampuan penerima hibah ternak dalam pemeliharaan ternak,” tegasnya.
Atas persoalan tersebut, BPK RI merekomendasikan kepada Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat/VBL agar menginstruksikan kembali Kepala Dinas Peternakan Provinsi NTT untuk melakukan evaluasi, menyusun, dan mereka program yang lebih tepat untuk percepatan penanganan stunting.
BPK RI dalam LHP-nya, mengungkapkan bahwa Pemprov NTT telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 18,142,331,226 (Delapan Belas Milyar Seratus Empat Puluh Dua Juta Tiga Ratus Tiga Puluh Satu Ribu Dua Ratus Dua Puluh Enam Rupiah) selama tiga tahun berturut-turut, sejak tahun 2018 hingga tahun 2020.
“Tahun 2018 diberikan kepada 287 kelompok ternak di 22 Kabupaten/Kota jumlah 3.267 ekor dengan nilai sebesar Rp 8.194.155.800,00; Tahun 2019 diberikan kepada 195 kelompok ternak di 22 Kabupaten/Kota sejumlah 1.495 ekor dengan nilai sebesar Rp 5.006 349.126,00; dan Tahun 2020 diberikan kepada 195 kelompok ternak di 22 Kabupaten/ Kota sejumlah 1.365 ekor dengan nilai sebesar Rp 4.941.826.300,00,” rinci BPK.
BPK RI mengungkapkan, koordinasi yang dilakukan oleh Dinas Peternakan Provinsi NTT dengan Dinas Peternakan Kabupaten/Kota hanya terjadi pada saat verifikasi calon penerima bantuan. Selanjutnya Dinas Peternakan Provinsi NTT tidak pernah melakukan koordinasi/tidak melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan hibah hewan ternak tersebut.
BPK RI juga menulis, bahwa Pemberian Hibah Ternak Ayam KUB Petelur untuk Daerah Prioritas Stunting juga Tidak Berhasil. Padahal tujuan dari kegiatan tersebut adalah untuk menekan angka stunting di Provinsi Nusa Tenggara Timur dan perbaikan pendapatan peternak.
Kegiatan pemberian hibah ternak ayam KUB pertama kali dilaksanakan ditahun 2020 dengan rencana awal lokasi di 22 Kabupaten Kota. Namun, karena adanya pandemi Covid-19, maka terdapat pengurangan anggaran sehingga kegiatan dilaksanakan di 4 Kabupaten/kota yakni Kabupaten Kupang, Kota Kupang, Kabupaten Timor Tengah Selatan, dan Kabupaten Timor Tengah Utara.
Untuk memastikan sasaran penerima bantuan, lanjut BPK, Dinas Peternakan Provinsi NTT berkoordinasi dengan Dinas Peternakan Kabupaten/Kota dan bekerjasama dengan Puskesmas. Bantuan yang diterima kelompok ternak yaitu anak ayam KUB Pitahar sejumlah 100 ekor, pakan, dan tempat makan minum.
Namun berdasarkan uji petik pada enam kelompok yang terdapat di Kota Kupang, diketahui terdapat anak ayam yang telah mati pada saat diserahkan oleh Penyedia dan Dinas Peternakan Provinsi NTT. Hal tersebut terjadi di kelompok Sikumana ll. Terhadap anak ayam yang mati tersebut, penyedia juga tidak melakukan penggantian.
“Terdapat ayam yang telah habis karena telah dikonsumsi sendiri. Berdasarkan keterangan dan penerima bantuan, yang bersangkutan tidak mengetahui bahwa ayam yang diterima merupakan ayam petelur yang nantinya akan dikonsumsi telurnya," ungkap BPK.
BPK juga membeberkan, Dinas Peternakan Provinsi NTT juga tidak memberikan pelatihan kepada penerima bantuan tentang tata cara memelihara ayam KUB petelur. Bahkan ada ayam yang telah mati karena terkena penyakit maupun karena kondisi cuaca. “Ada juga penerima bantuan yang tidak menerima tempat makan dan minum ayam.,” tulisnya.
Berdasarkan keterangan dari Kabid Perbibitan dan Produksi Ternak Dinas Peternakan Provinsi NTT, jelas BPK RI, diketahui bahwa Dinas Peternakan Provinsi NTT belum pernah melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan hibah ternak, sehingga tidak diketahui efektivitas dari pelaksaan kegiatan hibah ternak yang telah dilaksanakan.
Selain itu, lanjut BPK, terhadap kegiatan hibah ternak berupa Ayam KUB Petelur yang dilaksanakan pada tahun 2020, tidak ditemukan adanya penerima hibah yang berjalan dengan baik. Kondisi tersebut tidak sesuai dengan Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Anak Kerdil (Stunting) Periode 2018-2024 pada Bab 3 Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Stunting, Sub bab 3.3.2 Strategi Pencapaian Tingkat Provinsi yang menjelaskan bahwa "Pemerintah Provinsi memfasilitasi pembinaan, pemantauan, evaluasi, dan tindak lanjut Provinsi atas kebijakan dan pelaksanaan program dan anggaran penyediaan intervensi gizi prioritas di wilayah kabupaten/kota.
Menurut BPK RI, kondisi tersebut juga tidak sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2013 tentang Pemberdayaan Peternak, Pasal 14 yang menyatakan bahwa "Dalam rangka bantuan teknik, Menteri, gubernur, dan bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya memberikan; 1) supervisi dan pendampingan dalam menggunakan alat dan mesin Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2) supervisi dalam penerapan sistem budidaya yang lebih efisien dan ramah lingkungan, dan 3) sarana produksi Peternakan dan Kesehatan Hewan dalam meningkatkan kemandirian dan daya saing usaha.
Mekanisme hibah ternak, lanjut BPK, yaitu kelompok tani ternak atau organisasi masyarakat membuat proposal yang ditujukan kepada Dinas Peternakan Provinsi NTT. Kemudian dalam pelaksanaan hibah ayam KUB Petelur, Dinas Peternakan Provinsi koordinasi dengan Dinas Peternakan Kabupaten/Kota dan Puskesmas setempat membuat kelompok ibu hamil/ menyusui dan keluarga dengan anak.
Kelompok tersebut yang nantinya membuat proposal untuk pengajuan hibah ayam KUB Petelur. Dinas Peternakan Provinsi NTT bersama Dinas Peternakan Kabupaten Kota lalu melakukan verifikasi untuk menentukan kelompok penerima. Selanjutnya Dinas Peternakan Kabupaten /Kota mengusulkan kelompok yang lolos verifikasi kepada Dinas Peternakan Provinsi NTT dikukuhkan dalam Surat Keputusan Kepala Dinas Peternakan Provinsi NTT yang menjadi dasar pemberian hibah.
Dinas Peternakan Provinsi NTT, lanjut BPK, menghubungi penyedia ternak untuk pengadaan ternak berdasarkan jumlah kelompok dalam Surat Keputusan Kepala Dinas Peternakan Provinsi NTT. Penyedia lalu mengantarkan ternak kepada kelompok penerima hibah sesuai jumlah yang telah ditetapkan. Dinas Peternakan Provinsi NTT kemudian melalui Tim Teknis Provinsi NTT melakukan pendampingan, pembinaan, monitoring dan evaluasi. *(mt/tim)