Gubernur NTT: Atasi Bencana Tidak Boleh Terjebak Kolaborasi Cangkang

GUBERNUR NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat (VBL) meminta semua pemangku kepentingan yang terkait dengan penanganan bencana agar menghindari  kolaborasi cangkang. Sinergitas harus nampak dalam output dan out come yang signifikan.

“Kita hendaknya tidak terjebak di dalam  kolaborasi yang saya sebut sebagai  kolaborasi cangkang. Yang saya maksudkan kolaborasi cangkang adalah kolaborasi semu, pihak-pihak yang terlibat dibatasi oleh ego sektor yang menjadi cangkang pembatas kolaborasi. Nampak sama-sama bekerja tetapi tidak bekerja sama, pihak-pihak yang berkolaborasi tidak saling mengetahui apa yang diketahui dan dikerjakan oleh pihak lain,” kata Gubernur VBL dalam sambutannya yang dibacakan oleh Komandan Pangkalan Utama Angkatan Laut   (Danlantamal) VII Kupang,Kolonel Laut (P) Heribertus Yudho Warsono saat menjadi Komandan Upacara Apel Siaga Cuaca Ekstrem di Lapangan Polda Kupang, Jumat (18/2).

Apel yang dihadiri oleh unsur TNI, Polri, Basarnas, Polisi Pamong Praja Provinsi NTT, tim dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) NTT tersebut bertujuan untuk membangun kewaspadaan dan kesiapsiagaan bersama untuk menghadapi keadaan darurat akibat cuaca ekstrem. Juga untuk memastikan ketersediaan dan kesiapan berbagai peralatan penangulangan bencana; meningkatkan  koordinasi, kolaborasi serta memastikan peran setiap stake holder dalam penanggulangan bencana cuaca ekstrem. Apel ini juga dimaksudkan untuk memastikan aktifnya Pos Komando Siaga Cuaca Ekstrem di setiap unit yang disatukan dalam Pos Komando Tanggap Darurat tingkat Provinsi NTT.

Gubernur mengingatkan, Provinsi Nusa Tenggara Timur termasuk wilayah yang rawan bencana. Data menunjukkan sejak tahun 1982 sampai dengan 2021 telah terjadi 811 kejadian bencana di NTT.

“Jika dipilah berdasarkan faktor penyebab,  16% atau 131 kejadian bencana non alam dan 84% atau 680 kejadian bencana alam. Sementara itu jika dilihat lebih jauh, terdapat 95% atau 643 bencana hidrometeorologis seperti banjir, banjir bandang, tanah longsor, angin kencang, kekeringan dan kebakaran. Sisanya 5% atau 37 kejadian bencana non hidrometeorologis seperti gempa bumi, erupsi gunung api dan tsunami,” jelas Gubernur dalam sambutannya.

Lebih lanjut Gubernur mengungkapkan pada tahun 2022 telah terjadi 34 kejadian bencana yang terdiri dari angin kencang 4 kejadian, angin puting beliung 1 kejadian, banjir 7 kejadian, banjir bandang 2 kejadian, banjir dan longsor 5 kejadian, kebakaran rumah 2 kejadian, dan tanah longsor 13 kejadian. Akibatnya  2 korban jiwa meninggal, 65 rumah dan 2 fasilitas umum mengalami kerusakan serta kerugian material lainnya.

“Bencana  Siklon Tropis Seroja bulan April tahun 2021  telah memberikan kita banyak pelajaran berharga. Kita mesti berbenah dan menguatkan kordinasi dan kolaborasi  di dalam upaya penanggulangan bencana di NTT,” kata Gubernur VBL.

Pada akhir sambutannya Gubernur meminta pemerintah Kabupaten/Kota di NTT agar senantiasa meningkatkan kewaspadaan serta memantau informasi cuaca dari BMKG serta mengaktifkan posko siaga bencana.

“Pemerintah kabupaten/kota juga harus mampu menetapkan titik evakuasi aman dan memastikan ketersediaan dukungan logistik dalam situasi darurat. Saya minta para bupati/walikota untuk menggerakan warga agar membersihkan pohon yang mudah patah dan rapuh di sekitar rumah, kantor dan dekat fasilitas umum. Termasuk juga menjaga kebersihan lingkungan,” pungkas Gubernur dalam sambutannya.*(go/ven)

Iklan

Iklan