Kupang, mutiara-timur.com // MEMBACA buku ALDERA rasa-rasanya kita sedang berhadapan langsung dengan penulis sebagai pelaku sejarah. Hal ini seperti terungkap oleh Filsuf Walter Benjamin tentang Memoria passions passion. Buku setebal tiga ratusan halaman itu ditulis dengan gaya bahasa dan kata-kata pilihan yang menarik dan dapat dibaca oleh semua kalangan untuk mengingat sejarah reformasih bangsa ini.
Demikian Isidorus Lilidjawa, S.Fil, MM, awali kata-katanya selaku moderator pada forum Ngopi - Ngobrol sore ulas buku ALDERA karya Dr. Pius Lustrilanang, pada Senin (24/10/22) di hotel Aston Kupang.
ALDERA merupakan akronim dari ALiansi DEmokrasi Rakyat ini tak hanya sekedar buku yang ditulis oleh sejumlah laki-laki dan perempuan untuk menghimpun kembali soal kronologi peristiwa reformasi 1998, tapi lebih dari itu. ALDERA adalah sebuah kekuatan, gerakan politik kaum muda sebelum puncak reformasi menumbangkan rezim Orde Baru, Pemerintahan Soeharto yang tentunya dimulai dengan berbagai proses perjuangan sejak akhir tahun 1989 dan berpuncak pada 1998. Sekitar 10 tahun bila dilihat dari start pergerakkan tersebut, sebagaimana Dr. Pius Lustrilanang pemilik sejarah dan buku itu ketika mengetengahkan background hadirnya buku ALDERA.
ALDERA buku terbitan pertama oleh penerbit Kompas dan diluncurkan pertama kali di Provinsi NTT dan terlihat amat bermanfaat bagi khalayak yang ingin mendalami tentang sejarah reformasi dengan model demokrasi yang kini kita nikmati.
Dr. Pius Lustrilanang pada momen tersebut menguraikan buku ini dan menaruh besar harapan buku ALDERA menjadi termiliki semua elemen mulai pelaku sejarah demokrasi, generasi muda dan semua warga anak bangsa. Karena itu ia menggambarkan berbagai pengalaman sebagai guru terbaik terutama bagi generasi muda dalam penyampainnya sesuai apa yang ditangkap media ini.
"Gerakan mahasiswa selalu sesuai dengan api yang muncul di masyarakat. Api yang mau yang saya maksud adalah penindasan, penangkapan, penggusuran, pembredelan. Itulah api yang terjadi di masyarakat sehingga fenomena ini mendorong mahasiswa untuk mengorganisir, memperbesar basis perlawanan dengan memanfaatkan api yang terjadi tadi. Kalau api sudah maka dengan menyiramkan bensin saja api itu tetap menyala dan hal itu sambil menunggu momen yang tepat, " ungkap Pius yang kini menjadi petinggi penting di BPK RI.
Menurut beliau, bahwa buku ini adalah buku sejarah yang mengisahkan situasi mulai dari akhir tahun 1986 sampai awal reformasi. "Saya berharap buku ini buku sejarah yang perlu dimiliki seluruh mantan aktivis 98 minimal sebagai buku nostalgia karena mereka ada di sana. Selain itu saya juga berharap buku ini bisa memberi pencerahan kepada mahasiswa, generasi kini, gerakan reformasi yang kita hadapi dan lakasanakan sekarang mungkin tidak akan terjadi lagi, tapi itu adalah berkat perjuangan anak-anak muda yang berani menghabiskan masa mudanya dengan menentang rezim yang terjadi tanpa peduli resiko apapun yang akan dihadapi,"ujarnya.
Ini buku sejarah, harapnya agar buku ALDERA seharusnya juga dibaca oleh mahasiswa sekarang dan mereka bisa paham tentang sejarah perjuangan demokrasi sekarang sangat mahal. Buku ini menjadi referensi bagi mahasiswa bila hendak berjuang untuk idealisme demi kepentingan masyarakat banyak, bila tindakan pemerintah menyeleweng dari undang-undang, maka mahasisiswa sekarang juga harus tahu cara bagaimana untuk bergabung atau beralih dengan kekuatan yang ada di masyarakat, seperti LSM dan sebagainya.
"Saya berharap buku ini sebagai buku sejarah yang menjadi koleksi bagi perpustakaan di seluruh SMA dan mahasiswa perguruan tinggi, bacaan wajib kenangan bagi para aktivis reformasi. Saya juga berharap agar buku ini bisa menjadi buku Mega best seller dengan pembacanya 50.000 ke atas termasuk yang hadir mengikuti kegiatan di sore hari ini,"ucap mantan anggota DPR RI dua periode tersebut.
Hadir pada acara ini, Wakil Bupati Nagekeo, ormas, pers dan elemen organisasi kemahasiswaan dari berbagai perguruan di Kota Kupang.
Wakil Bupati Ngada, Raymundus Bena,S.S, M.Hum, pada Ngopi- Ngobrol sore itu memberikan apresiasinya terhadap gerakan kaum muda di saat tahun 1998 itu dan mengakui dirinya waktu itu juga mahasiswa tapi tak terlibat pada aksi momental bernilai historis kini. Buku ALDERA ini pun dipesannya 100 buah sebagai bentuk dukungan akan hasil karya Dr. Pius Lustrilanang.
"Kaum muda termasuk Pak Pius Lustrilanang waktu itu adalah orang hebat, berani mengukir sejarah dengan melawan rezim waktu itu. Kita salus untuk Pak Pius dengan teman-teman, pemuda angkatan tersebut. Aksi tersebut adalah sejarah yang telah diabadikan dalam buku ALDERA. Ini menarik dan kita siap membeli buku ini sebagai edukasi untuk perjuangan demokrasi di negeri kita," ungkapnya.*(go)