Kota Kupang, mutiara-timur.com // KEBUTUHAN Air Bersih di Kota Kupang adalah masalah sangat pelik dari tahun ke tahun di setiap periode Kepemimpinan Wali Kota. Sebegitu masalah air menjadi salah satu topik yang seksi bagi Pemerintahan Kota Kupang pada periode kepemimpinan Jeriko sebagai Wali Kota dan Hermanus Man Wakil Wali Kota. Oleh karena itu dibangunlah Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Kali Dendeng. SPAM ini terdiri dari beberapa titik mulai sumur bor, penampungan untuk sterilisasi dan didistribusi bagi warga. Di Kali Dendeng ada dua titik, yaitu titik induk atau penampungan awal pada Kelurahan Kuanino dan penampungan kedua di Kelurahan Fontein.
SPAM di Kelurahan Fontein ini yang masih menyisakan masalah lahan sekitar lima ribuan meter persegi dan kini dipersoalkan ahli waris karena belum ganti untung sebelum bangunan ada dan setelah ada sekarang.
Demikianlah bapak Marthen Bunganawa selaku Ahli Waris yang tinggal di Surabaya kepada tim media dalam jumpa pers melalui video call di rumah keluarga Bunganawa Kelurahan Fontein, hari Selasa,(21/11/2022).
"Saya ini anak daripada Bapak Yohanes Bunganawa, satu-satunya yang masih hidup. Jadi untuk persoalan tanah kita yang sekarang dipakai pemerintahan bangun SPAM sebenarnya yang ahli waris satu-satunya yang masih yaitu saya," ungkap Marthen Bunganawa.
Sebagai ahli waris satu-satunya yang masih ada, Marthen Bunganawa menyampaikan tanah mereka yang dipakai Pemerintah Kota Kupang untuk bangunan tersebut sejak tahun 2021.
"Saya dikabari dari Kupang oleh Benyamin Lawa yang adalah kakak dari Bapak Lawa bahwa tanah ini mau dipakai oleh pemerintah. Saya sendiri mendengar informasi itu kaget karena sebenarnya ada pesan dari orang tua kami, tanah ini tidak boleh dijual, tanah hanya khusus untuk keluarga kita dan anak cucu kita," kisah Opa sapaan keluarga di Fontein untuk Marthen Bunganawa.
Pernyataan Opa Marthen Bunganawa memberikan kesan ia sendiri sebenarnya keberatan, tapi karena tidak tahu dan hanya oleh ponakannya, Max Bunganawa sudah telah menyerahkan ke Pemerintahan Kota Kupang dengan dengan surat berupa keterangan penyerah tanah, jadi terpaksa dia terima lalu berunding dengan keluarga yang akhirnya keluarga menyetujui.
"Saya sendiri keberatan, hanya karena ponakan saya, Max Bunganawa yang juga adalah ASN di Kota Kupang telah mengambil sikap menyarahkan tanah itu dengan surat penyerahan, sehingga bersama keluarga kami berunding untuk menyetujui dan harus ada ganti untung, tapi sayang penyelesaian pembayaran atau ganti untung sampai sekarang belum ada," kata Opa itu.
Lanjut Opa Marthen sambil berkata, "saya ada dengar pokok permasalahan belum realisasi ganti untung, yaitu kita menyelesaikan sertifikat tanah lebih dahulu dan Pemerintah Kota Kupang bersedia membantu. Tapi setelah saya tunggu sampai saat ini belum ada penyelesaian. Malah sebaliknya saya dengar lagi menurut pemerintah Kota Kupang, kita yang harus membayar uang pajak, BPHTB (Biaya Pajak Hak atas Tanah dan Bangunan) senilai 80 juta lebih untuk adanya pembuatan sertifikat tanah. Hal ini membuat sampai sekarang saya bingung karena kami tidak punya uang sebanyak itu supaya sertifikat keluar dan baru bisa dibayar. Ini membuat saya terus berpikir bagaimana dengan tanah kita kan sudah dipakai sama Pemerintah, kita memang tidak punya uang dan itu seharusnya Pemerintah Kota Kupang punya toleransi untuk kita. Tapi sayang kenyataannya pemerintah tidak punya toleransi kepada kita."
Tanah dengan bangunan SPAM dipersoalkan itu letaknya di Cakmalada, Kelurahan Fontein semula diinformasikan Max Bunganawa kepada Opa akan dibangun Spam seluas 2000-an meter persegi, namun dalam pengerjaannya menjadi 5.600-an meter persegi. Sampai kini setahu Opa belum ada sertifikat, dan oleh Opa bahwa Max Bunganawa, ponaknya itu ketika ditanya mula-mula jawaban dalam satu dua minggu sudah ada, tapi lewat dari waktu tersebut dicek lagi katanya belum sebab harus dilengkapi yang belum, dan itu terlihat berbelit. Dengan ketidakjelasan pembayaran itu, Opa pun bulan Maret 2022 dari Surabaya ke Kupang. Ketika di Kupang Opa diajak ke kantor Perumahan Rakyat Kota Kupang.
Di kantor itu bertemulah dengan Kepala kantor, Daud Nafi. Opa menuturkan bahwa Daud Nafi mengatakan, "saya minta terima kasih keluarga Bunganawa sudah berikan tanahnya untuk kita bangun SPAM Kali Dendeng sekarang. Tapi sayang untuk ganti untungnya kita minta untuk menyelesaikan sertifikatnya dulu. Begitu selesai paling seminggu dua minggu sudah dibayar."
Berdasarkan pernyataan Daud Nafi, kepercayaan Opa, selaku ahli waris dalam sertifikat diserahkan ke Max Bunganawa namun urusan sertifikat pun tidak ada informasi sudah dikantongi, sehingga selalu Opa mempertanyakan bagaimana sikap Pemerintah Kota Kupang etiket baiknya terhadap lahan yang sudah dibangun SPAM.
"Saya berharap agar Max keponakan saya dalam urusan ini, negosiasi dan sebagainya harus komunikasi dan berunding dengan saya dan keluarga besar, tidak boleh sendirian. Kepada pemerintah saya berharap bisa ambil jalan keluar masalah sertifikat, dan segera dibayar, ganti untung tanah kami. Supaya keluarga saya jangan gelisah karena menunggu, apalagi katanya ini dan itu. Tahun ini harus segera dibayar, karena tahun depan tahun depan lagi nanti ada perubahan anggaran segala nanti tambah lama lagi," ucapnya opa Bunganawa via telpon.
Persoalan aset tanah milik keluarga besar oleh Benyamin Lawa salah satu keluarga Bunganawa yang juga posisi sebagai cucu, mengingatkan agar Max Bunganawa menyadari posisinya dalam kedudukan hukum soal warisan. Karena cucu bukan pemilik jika turun yang lebih berhak dalam arti status anak masih ada. cucu itu dalam hukum perdata atas warisan tanah berkapasitas sebagai tolak waris.
"Max Bunganawa itu hanya cucu, sama seperti saya posisi kami. Dalam hukum tentang warisan yang menjadi ahli waris adalah anak, apalagi anak itu masih hidup. Status sebagai cucu dalam hal ini disebut Tolak Waris. Jadi kami sama-sama cucu kedudukan sebagai tolak waris. Untuk itu bila diberikan kepercayaan dari ahli waris untuk urusan tanah ini dia harus terbuka, komunikasi dengan ahli waris dan keluarga besar," ujar Benyamin Lawa.
Tanggapan dan Harapan Max Bunganawa
"Pertama-tama saya mohon maaf kepada keluarga besar pada masalah lahan pembangunan SPAM ini. Maaf saya bersalah karena mengambil tindakan sendiri berpikir untuk kepentingan yang lebih besar untuk masyarakat Kota Kupang tanpa komunikasi terdahulu dengan keluarga. Saya ambil inisiatif ini setelah melihat pemerintah mau membangun SPAM tersebut setelah urusan sudah terjadi baru keluarga tahu," ungkapnya.
Max Bunganawa sebagai seorang ASN dan juga cucu dari Marthen Bunganawa bersikap demikian karena hanya mau membantu Pemerintah Kota Kupang yang hendak membangun proyek air minum tapi menghadapi berbagai kendala, terkhusus relokasi lahan yang semula ada dua titik di Manutapen soal harga, dan salsh sstu titik sekitar Fontein tanah bermasalah di antara keluarga, maka ia menawarkan ke lokasi keluarganya sekarang ada SPAM itu.
" Saya itu terpanggil secara nurani mau membantu pemerintah Kota Kupang, karena di tahun 2020 perintah mau membangun tapi kendala lahan yang sebanarnya di Kelurahan Manutapen tapi terlalu mahal pemerintah tidak sanggup bayar. Lalu ada salah satu lokasi dekat jembatan gantung di Fontein tapi bermasalah dengan keluarga. Sehingga menawarkan di tempat itu dan setelah dikaji layak untuk bangun SPAM maka saya membuat surat pelepasan hak atas nama keluarga besar Bunganawa agar dibangun SPAM demi warga Kota Kupang," ucap Max di ruang kerjanya, Kantor Pelayanan Satu Pintu Kota Kupang, Senin, (28/11/2022).
Menurut Max sedikit klarfikasi tentang luas lahan yang dikatakan keluarga diserahkan semua dari dua ribu lebih meter persegi menjadi lima ribu lebih.
"Ketika mau bangun SPAM sebelumnya tanah itu diukur semua sehingga totalnya 5.699 meter persegi. Bangunan hanya dua ribu lebih sisanya tanah keluarga besar saya. Jadi tidak ada penyerahan semua. Itu diukur untuk memudahkan proses pembuatan sertifikat supaya sekalian, lalu akan dipecahkan menjadi dua bagian, SPAM Kali Dendeng Pemerintahan Kota dan sebagian tiga ribuan milik ahli waris keluarga Bunganawa," ungkapnya.
Tanah ini belum klir karena masalah ganti untung dari Pemetintahan Kota Kupang sampai dengan saat ini. Pihak Pemerintah menutut harus ada sertifikat baru bisa dibayar ganti untungnya. Urusan sertifikat juga membutuhkan biaya pajak, BPHTB sekitar puluhan juta rupiah, oleh Max Bunganawa sudah diupayakan sejak dua atau tiga minggu bulan ini dan lagi menunggu dari pihak kantor ATR/BPN Kota Kupang.
"Untuk pembayaran pemerintah butuh sertifikat dan urusan sertifikat juga butuh uang sangat besar, keluarga memang belum punya uang sebesar itu. Saya berupaya agar ada solusi sampai ke BPN Kota Kupang agar sertifikat bisa diterbitkan nanti baru diselesaikan pajaknya. Tetapi itu menjadi kendala, karena proses sertifikat sekarang di BPN menggunakan aplikasi sehingga tuntutan sistem yang harus diselesaikan biaya pajak baru terkoneksi dan sertifikat didapat. Ini kesulitannya, namun saya sudah ada jalan dan sekitar tangga 14 November dua atau tiga minggu lalu saya telah membayar BPHTB. Jadi sertifikat dalam waktu dekat sudah ada dan akan langsung dengan proses ke pemkot untuk ganti untung, " urainya.
Max Bunganawa juga dihadapan tim media menaruh harapan agar keluarga memaafkannya dan Pemkot segera melakukan kewajiban ganti untung.
"Harapan saya agar pemerintah kota segera membayar ganti untung bila sertifikat sudah ada sehingga tidak menjadi polemik lagi. Kepada keluarga saya mohon maaf saya sudah bersalah, saya harap kita bersabar, tinggal menunggu waktu dekat sertifikat ada pemerintah kita harap akan membayar ganti untung lahan tersebut," tutur Max.
Kepala ATR/BPN Kota Kupang Sertifikat Sudah Ada
Belum realisasinya ganti untung tanah keluarga Bunganawa itu hanya karena sertifikat dituntut pemkot. Namun hal itu sudah ada titik terang karena Eksam Sodak, S.SiT, MSi, Kepalan ATR/BPN Kota Kupang kepada tim media sertfikat dalam minggu ini sudah terbit karena proses keuangan pajak BPHTB untuk pembuatan sertifikat sudah selesaikan keluarga.
" Ya, soal sertifikat tanah Spam Kali Dendeng di Kelurahan Fontein yang luasnya kurang lebih 5000-an sudah sampai pada tahap penerbitan surat keputusan pemberian haknya kepada subjek tertentu yang termasuk Ahli waris. Tapi sebelum kita terbitkan sertifikat hak atas tanah, itu pemilik tanah harus melunasi pajak-pajak sesuai dengan undang-undang 28 Tahun 2009 tentang retribusi yang salah satunya itu ada Biaya Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang kurang lebih 60juta," ungkap Kepala BPN.
Menurut Eksam Sodak, biaya itu secara sistem perhitungannya di Badan Pengelola Keuangan Daerah Kota Kupabg dan itu telah diselesaikan.
"Mereka mungkin sudah lunasi dan daftar ke kita, dan sebentar lagi sertifikat sudah keluar, paling lambat minggu ini sudah selesai sertifikasi dan dapat di gunakan oleh pemerintah untuk menjadi dasar mengganti rugi subjek ahli waris," tuturnya mengakhiri pertanyaan wartawan, Senin, (28/11/2022) di ruang UMKM Kantor ATR/BPN Kota Kupang.*(go/tim)