NTT, mutiara-timur.com // LAGI-lagi NTT hari ini Senin, (18/9/23) dikejutkan dengan adanya sejumlah aktivis dari berbagai organisasi dan bergabung pada Jejaring Solidaritas Perempuan untuk Eny Anggrek (JSPEA) melakukan unjuk rasa di depan kantor DPRD sore tadi hingga malam. Mereka berorasi dengan tagline Perempuan NTT Bangkit Melawan.
Terdengar untaian kalimat perjuangan rasa soliditas, Satu Perempuan Disakiti, seribu perempuan merasakan, satu perempuan dilukai seribu perempuan membela. Kami satu rasa, satu cinta. Sungguh untaian kalimat-kalimat ini membakar semangat perjuangan mereka dieven unjuk rasa tersebut.
Terlihat selain berorasi, menyanyi dan aksi lainnya. Jejaring Solidaritas Perempuan pun membentangkan poster untuk diberikesempatan setiap orang yang ingin mendukung gerakannya datang bergabung membubuhi tanda tangan dan namanya. Selain itu juga ada seribu lilin dipasang pada sore menjelang malam di depan pintu gerbang halaman kantor DPRD. Seribu lilin itu dipasang lalu didoakan untuk Eny Anggrek yang terkesan dizolimi itu.
Sementara itu berdasarkan rilis dari Doni Parera, sekretaris JSPEA yang diterima media ini dinarasikan, bahwa masih banyak peristiwa di NTT di mana perempuan belum diperlakukan setara dengan pihak laki - laki dalam kehidupan. Sikap - sikap diskriminasi intimidasi, penganiayaan baik fisik maupun psikis, bahkan manipulasi yang masih terjadi dan ditolerir di tengah masyarakat yang masih kuat budaya patriarkis.
Digambarkannya, di pelosok - pelosok NTT perempuan masih diperlakukan sebagai manusis kelas 2 dan derajad dan harkat kemanusiannya dipandang tidak sama atau lebih rendah dari laki- laki. Perempuan masih tidak diperlakukan setara dalam mendapatkan akses pendidikan, hukum dan bahkan kesehatan. Bahkan banyak perempuan NTT yang diperdagangkan seperti bukan layaknya manusia dan kemudian harus menanggung sendiri resiko - resiko yang ditadapi dari akibat tindakan perdagangan itu dan bahkan seringkali mati dengan sia-sia.
Menurutnya, perjuangan perempuan NTT bahkan untuk diperlakukan setara masih sangat berat. Salah satu persoalan yang tengah mencuat ke public NTT adalah yang tengah dialami oleh salah seorang perempuan hebat di NTT, ibu Enny Anggrek. Yang dalam menjalankan tugasnya sebagai wakil rakyat di Kabupaten Alor dengan kedudukan sebagai Ketua DPRD tidak saja mengalami penganiayaan secara politik, namun juga benar benar mengalami kekerasan fisik, psikis dan kekerasan verbal yang dihamburkan ke ruang public yang merendahkan derajad dan martabatnya. Namun kemudian, proses-proses hukum yang dilakukan sebagai bentuk perlawanan yang elegan dan bermartabat mandeg dan tidak berjalan.
"Kami dalam jejaring (terdiri dari puluhan Ormas. LSM, individu, akademi) menganggap penting untuk mengangkat persoalan ini ke public supaya semua manusia diperlakukan setara, selayaknya bagaimana manusia dihargai haknya yang paling hakiki atau yang sering disebut Hak Asasi Manusia. Jika saja seorang perempuan yang punya kedudukan terpandang dalam masyarakat, intellek (well educated), tinggal di kota masih saja bisa mengalami hal-hal dikriminasi seperti diuraikan di atas maka bagaimana dengan nasib perempuan yang tidak punya kedudukan apa-apa di masyarakat, tidak mempunyai pendidikan tinggi dan tinggal jauh dari kota atau pusat pelayanan (hukum, pendidikan dan kesehatan)," jelasnya.
"Kasus yang dialami ibu Enny Anggrek ini bisa menjadi preseden buruk hagi banyak kasus yang kemudian akan timbul dan berakhir dengan penyelesaian yang tidak jelas, bahkan kecenderungan menyalahkan perempuan. Kasus ini harus mendapat perhatian dari semua pihak terutama lembaga -lembaga Negara yang didirikan untuk melayani masyarakat tanpa pandang buluh, karena lembaga itu didirikan dan dijalankan untuk melayani semua warga Negara secara setara termasuk perempuan," tambahnya lagi.
Dikatanya pula, bahwa keberanian dari perempuan NTT bernama Enny Anggrek dalam membongkar beberapa kasus korupsi yang terjadi di Provinsi yang selalu ada di posisi 3 (tiga) termiskin di Indonesia ini dengan beberapa tempat masih dikategori miskin ekstrim (kondisi dengan kemiskinan ekstrim selalu menyebabkan perempuan dan anak-anak memikul beban lebih berat), seperti pemalsuan dokumen perjalanan dinas fiktif, korupsi - korupsi belanja pegawai dan beberapa hal menyimpang lainnya yang dibalas dengan penganiayaan fisik, pemaksulan dari posisinya dengan prosedur yang tidak jelas, yang dilakukan sebagai balasan atas upayanya membongkar kasus korupsi.
"Sehingga pada hari ini, kami yang tegabung dalam Jejaring Solidaritas Perempuan untuk Enny Anggrek melakukan aksi pembakaran 1000 (scribu) lilin sebagai tanda keprihatinan, bahwa perempuan NTT masih diperlakukan diskriminatif, mengenakan pita kuning sebagai tanda berkabung (keadilan seperti mati bagi perempuan di NTT), membentangkan spanduk untuk memantik perhatian publik bahwa perjuangan pahlawan perempuan, Kartini yang dilakukan jauh sehelum Indonesia merdeka ternyata setelah 78 tahun Indonesia merdeka masih terus harus diperjuangkan dengan keras di NTT," tegas sekretaris dalam rilisnya.
Dilanjutkannya, "kami mendaraskan puisi-puisi dan menyanyikan lagu-lagu sebagai upaya kami untuk menyemangati perempuan-perempuan di NTT agar tidak patah semangat, terus berjuang karena Negara ini didirikan agar segenap jiwa yang menjadi warganya dapat dibangun secara utuh tanpa ada diskriminasi. Perjuangan kami akan terus berlanjut hingga perempuan diperlakukan setara," tutup Doni Parera. *(usgo).