Kupang, mutiara-timur.com // Dua Puluh (20) Tahun tak terasa paguyuban Anak Rantau Bunga Fatima Lela (ARBUFALE) berada di Kupang sebagai sebuah wadah perhimpunan keluarga yang berasal dari kecamatan Lela.
Nama ARBUFALE merupakan nama yang punya kekuatan magic spiritual sebuah icon situs rohani karena diambil dari tempat ziarah iman Katolik di saat bulan Mei dan Oktober yang dikenal Wisung Bunga Fatima Lela.
Inilah inspirasi yang diambil dan menjadi forum keluarga Sikka Lela yang ada di Kota Kupang dan sekitarnya. ARBUFALE nama pilihan ini, menurut Eustakius salah satu pengurus, adalah nama yang diberikan oleh Edy da Lopez ketika pada tanggal 6 Januari 2004 terbentuknya paguyuban ARBUFALE Kupang.
Eustakius juga menjelaskan bahwa pada perayaan Natal dan Tahun Baru bersama kali ini ARBUFALE genap berusia 20 tahun. Sebuah usia organisasi sosial yang nampak dewasa.
Kedewasaan itu tak luput dari berbagai dinamika perjalanan dalam kebersamaan. Sering kali terjadi perdebatan yang sengit karena beda pendapat, yang terkesan hampir bubar. Tapi jurang yang melebar akibat beda pandangan, tak membuat surut rasa solider, malah terus menjadi kerinduan bersama dalam berbagai persoalan hidup, karena karakter budaya dari sumber asal usul yang sama. Sehingga tak mungkin tegah untuk pisah.
Kini sudah 20 tahun ARBUFALE ada, dan Natal dan Tahun Baru bersama yang digelar tahun ini tema yang diangkat panitia, "... Anak Siapakah Dia?" yang diambil dari perikope Injil Mateus, 22:42 sebagai sebuah ajakan refleksi bagi semua yang hadir.
Dengan latar belakang layar panorama alam persisir pantai Lela, laut biru terbentang sejauh mata memandang dan langit biru dengan sinar matahari panas menyengatkan, ada bukit yang tandus kering, tapi juga ada sedikit yang hijau. Sebuah gambaran hidup penuh tantangan yang harus diperjuangkan oleh putra-puteri ARBUFALE.
Ada hamparan pasir hitam, tempat anak-anak bermain yang terkadang mereka riang gembira bersama, terkadang mereka bertengkar lalu bersatu lagi. Karena ada kesejukan hati antara mereka bagaikan aliran sungai, Batik Wair yang bermuara di pantai Lela itu.
Hal tersebut sebagai cerminan karakter ARBUFALE dalam dinamikanya selama ini, tapi bukan untuk para anggota cerai berai. Sebaliknya mempererat dan memperkokoh kerbesamaan, kisah Eustakius.
Sementara itu, sebelumnya Pater Zakarias Abdulasi, OCD sebagai putra dari Lela dalam kotbahnya sewaktu perayaan Ekaristi Kudus mengupas lebih dalam tema, "...anak siapakah Dia?"
Dalam kotbahnya, Pater Abdul garis bawahi tema yang terkait dengan karakter budaya asal usul setiap orang. Ketika ada orang dengan tampil dalam kebersamaan baik dalam tutur, tindak, kekritisan dan sikap apapun yang unik tentu salah satu pertanyaan yang muncul, "...Anak siapakah Dia." Sama halnya ketika Yesus di masa remajanya, ketika di Kanisah Yerusalem sedang berhadapan dengan para imam dan kaum saduki. Dengan segala kecerdasan ilahiNya, banyak pertanyaan dijawabi membuat banyak tercengang dan bertanya,"...Anak Siapakah Dia?"
Pertanyaan "...Anak Siapkah Dia?" dari Injil Mateus sebagai tema Natal dan Tahun Baru Bersama ARBUFALE merupakan narasi latar belakang, asal usul, kultur sejatinya setiap orang. Sebuah bentuk peradaban yang menjadikan setiap orang itu unik dan khas.
Kotbah Pater ini terlihat ingin mengajak agar sebelum orang mengetahui orang lain secara mendalam, sebaik menyadari diri siapa sesungguh dirinya, dari mana asal usul karena hal itu menunjukkan ciri khas seseorang.
Sebab perlu disadari seperti analogi, sungai mengalir tentu ada sumber mata airnya; pohon, kayu yang tumbang tentu ada akarnya. Jadi kesadaran diri dapat membuat orang mampu membawa diri dan menerima orang lain. Adaptasi diri dengan tak lepas tanggalkan nilai-nilai kultur yang melekat dengannya untuk saling melengkapi dalam hidup bersama.
Pater pada kesempatan ini melihat tentang pergeseran kesadaran anak-anak dalam setiap keluarga akan asal usulnya. Ada ketimpangan anak untuk mengingat asal usul, turunan keluarga. Anak-anak sering lupa atau tidak ingat nama kakek-nenek, oma-opa, atau saudara-saudara keluarga besar orangtuanya apalagi yang sudah meninggal. Anak-anak lebih hafal kalau nama orang tenar seperti pemain bola, artis, musisi dan lainnya daripada sumber asal usulnya.
Karena itu, pengkhotbah dalam Natal dan Tahun Baru ARBUFALE menitipkan pesan spiritual kepada semua umat dalam perayaan agar pupukan sikap saling mengingatkan, bangun kesadaran untuk mencintai asal usulnya dalam keyakinan akan campur tangan Tuhan.
Semuanya tersimpul dalam tiga hal penting dalam kebersamaan, yaitu keterbukaan, tanggungjawab dan kreatif dalam berkat Tuhan.
Demikian kira-kira simpulan homili Pater Abdul dalam misa Natal dan Tahun Baru Bersama paguyuban ARBUFALE pada Sabtu,(6/1/2924) di rumah Klemens Parera jln Bunda Hati Kudus Oesapa, Kota Kupang.
Natal bersama selain acara perayaan Ekaristi Kudus dengan dimeriahkan koor dari paduan suara MBC Bimopu dibawa kendali organis Fried Wawo, juga ada acara penyalaan lilin Natal, penyerahan kepedulian sosial atas anggota tertimpah kebakaran rumah dan jabatan tangan damai Natal dan bahagia Tahun Baru.
Hadir dalam acara ini selain Ketua ARBUFALE, Yoris Parera dan pengurus lainnya, serta semua anggota juga tamu undangan dari sesepuh Kecamatan Lela, Lazarus Iku Purnawirawan TNI-AD, Ignatius Conterius, Ben Labre, Barthol Badar, Sekretaris Umum KKBM Fidel Nagor, Mantan Ketua KKBM Theo da Cunha dan Ketua Arisan Gereja Tua Sikka Marianus Minggo. *(usgo)