Ching Mei Sertifikat Tanah 3,8 Ha Sah Miliknya, Keluarga Arche Tidak Akui Karena di Duga Hasil Mafia

Mutiara-timur.com || TANAH 3,8 Hektar (Ha) di desa Wairterang Kecamatan Waigete Kabupaten Sikka yang dari sedia kala milik Almarhum Bapak Moang Kaka Parera dan Almarhumah Ibu Dua Mina Parera orang tua Almarhum Gabriel Archile Kaka kini menjadi permasalahan.

Karena telah dimiliki secara dokumen hukum milik Ching Mei dalam dua sertifikat, pertama nomor 579 dengan luas 2.559 meter persegi  dan kedua nomor 580 seluas 28.220 meter persegi. Atas kepemilikan inilah keluarga besar Arche Kaka tidak mengakui miliknya Ching Mei, yang diduga ada mafia sertifikat dilakukan yang bersangkutan. Tapi Ching Mei meyakini itu miliknya dengan dokumen sertifikat yang sah secara hukum.

"Barang siapa yang mengganggu tanah saya, akan saya gugat secara hukum, saya lapor mereka. Tanah itu tahun 2018 saya beli langsung sama beliau. Keluarga siapa yang harus tau, karena bapak tua itu anak tunggal. Keluarga yang ada kan bukan anak kandung," ungkap Ching Mei kepada media Kamis, (22/8/24)sore di kediamannya Kelurahan Kota Uneng, Kecamatan Alok.

Ching Mei katakan anak tunggal karena ia dengar sendiri dari Arche, namun demikian dia tahu ada saudari yang tinggal dengan orang tua Arche, maka ketika dalam proses pembuatan sertifikat pernah ditawarkannya agar melibatkan keluarga saudarinya tapi Arche Kaka menolak.

"Dalam proses pembelian tanah waktu itu saya sempat minta bapak tua om pakai om punya  orang untuk saksi keluarga, saudarinya yang tinggal di situ jadi saksi tapi bapak tua tidak mau," tuturnya.

Ching Mei melihat ajakannya waktu itu ditolak, alasan Arche lebih mengerti urusan prosedural hukum atas tanah, Arche seorang pengacara Jakarta,hidupnya bukan PNS atau Pedagang tapi bergelut dengan hukum.

"Pak saya kasih tau bapak tua itu pengacara jakarta bukan orang bodoh kayak saya. Dia orang pengacara Jakarta dia orang pintar hukum, tidak mungkin saya membohongi dia," ujarnya

Dalam hal harga tanah Ching Mei menepis infomasi yang katanya diungkapkan oleh dia sendiri yang selalu tidak konsisten, ada 300 juta di suatu tempat kepada orang tertentu dan 400 juta pada waktu yang berbeda.

"Barang itu saya bayar lunas lalu saya proses di notaris. Kira-kira berapa nilainya itu hanya saya dengan almarhum yang tau, keluarga tidak perlu tau. Ada sebut 300 juta, ada sebut 400 juta. Itu tidak benar, itu karang, jadi pak tidak usah percaya. Ada bilang harga tanah itu terlalu rendah. Itu hak penjual. Di saat dia membutuhkan uang, kita omong, siapa saja begitu. Sekarang begini pak dia mau jual nol rupiah pun keluarga tidak bisa buat apa-apa. Sekarang dia jual saya hanya mampu sekian, kalau dia mau, saya kan tawar menawar toh. Tapi dia mau. Tanah itu satu bidang tapi dua sertifikat. Karena saya beli, jual beli secara sah dengan proses di notaris, bukti seperti kwitansi juga ada silahkan di notaris," kisahnya.

Dalam hal berkaitan dengan masalah tanah yang bersengketa dengan Didinong tahun 2023, Ching Mei menyampaikan menjadi pihak yang dirugikan, tapi keluarga Arche  bersikap negatif terhadap dirinya.

"Didinong yang beli saya yang rugi, dia punya saudaranya (Arche-red) makan uang ratusan juta saya tidak dapat pengembalian uang. Dorang kan tidak pernah mau tau tentang itu. Mereka tau, setiap kali saya omong satu kata mereka bilang kau bodok, kau tipu. Dorang tidak tau saya kembalikan uang bukan tigaratus lima puluh tapi lebih. Tanah itu menurut Ching Mei sudah ada tiga sertifikat karena ada pemecahan 1 ha untuk Didi dan bersertifikat. Pokoknya saya sudah kasih Didi 1 hektar," urainya.

Dalam proses pemecahan 1 hektar untuk Didi, menurut Ching Mei dia mengalami hambatan yang datang dari pemerintah desa bersama keluarga, bahkan pernah diperlakukan secara kurang etis terhadap dirinya.

"Saya proses itu tanah untuk pemberian kepada Didi. Saya pernah ribut dengan kepala desa lama, sebelum dia caleg karena tidak mau tanda tangan pemecahan tanah itu. Dia hanya setiap kali saya datang bilang sampai besok, sampai besok, saya akhirnya disuruh oleh staf ke rumahnya. Saya diusir oleh kepala desa itu. Sampai satu hari kemudian, saya bertanya memangnya saya tidak sopan, akhirnya kepala desa ini kumpul mereka punya keluarga besar serang saya di Warang Beach. Saya di tuduh jual beli palsu, tanda tangan palsu akta jual beli, kenapa BPN tidak turun ukur, semuanya palsu. Saat itu saya tidak mau tanggapi. Itu dorang tuduh saya termasuk kepala desa itu. Saya ini tidak mengerti saya bilang semuanya ini saya serahkan ke notaris. Kalau memang itu salah notaris yang salah bukan saya," kisahnya.

Ching mengatakan lebih lanjut setelah itu dia pergi  camat Waigete dan Camat pelajari surat-suratnya dan dinyatakan lengkap, Camat ketemu kepala desa minta dia tanda tangan ternyata kepala desa mengabaikan itu. Terus dia pulang ketemu sama notaris  menyampaikan soal jual beli  tidak melibatkan BPN untuk ukur.

"Saya pulang ketemu notaris dan tanya keterlibatan BPN untuk ukur, jawab notaris kan aci beli keseluruhan kenapa diukur. Kecuali aci beli setengah bagian baru kami undang BPN ukur dimana aci punya, dimana sebagian akan kembalikan ke tuan tanah. Itu notaris menjelaskan kepada saya. Aci beli keseluruhan kita ikuti tertulis dalam sertifikat. Dua sertifikat itu setelah balikan nama diserahkan bapak tua kepada saya dihadapan notaris," tutur Ching Mei.

Terkait rekaman suara Gabriel Archile Kaka saat sakit dan mengatakan tanah itu tidak dijual, Ching Mei membantah pernyataan itu. "Pernyataan rekaman itu kemungkinan beliau dalam tekanan. Orangtua  selama sehatnya tidak pernah diperdulikan, makan minum pun saya. Dari beliau masih sehat saya sudah kasih dia biaya," celetuknya.

Sementara itu pihak ATR/BPN Kabupaten Sikka mengatakan tugas mereka hanya memproses hasil administrasi sampai terbitnya dokumen.

"Kami di BPN  sifatnya administratif, mencatatkan perbuatan hukum yang telah dilakukan PPAT, soal salinan ada tidak ke penjual harus cek di PPAT, karena itu tentu wajib diberikan," ungkap Kepala ATR/BPN Sikka melalui Said Kasie Sengketa Tanah.

BPN Sikka pun mengakui tanah ini pernah disengketakan pada tahun 2023 digugat  Didi Gudipung yang menggugat semua pihak terkait termasuk BPN Sikka.

"Tanah ini pernah bersengketa tahun 2023 yang digugat oleh Sebastianus Didimus Nong (Didi-red). Dengan pihak yang digugat adalah Gabriel Archile Kaka tergugat 1, Ching Mei tergugat 2, turut tergugat Nikolaus Jong turut tergugat 1 dan BPN turut tergugat 2," tutur Said.

Said juga mengatakan sidang perkara ini sudah selesai dan telah melalui putusan pengadilan nomor 2 tahun 2023. Jadi para pihak pun telah mengetahui duduk persoalan tersebut.

BPN ketika diminta salinan proses usulan pembuatan akta jual beli dan dokumen lainnya mereka tidak memberikan walaupun ada di lembaga ini, dengan alasan dokumen itu sifatnya dikecualikan.

"Jadi salinan proses kami simpan di warka dan tidak dibuka sembarangan ini termasuk informasi masih dikecualikan. Warka bisa buka harus atas ijin Kanwil BPN sesuai
Permen 3 th 1997 dan PP 24 tahun 1997," ujarnya.

Pada pihak keluarga Arche terhadap  persoalan ini tetap berpegang teguh pada hak milik mereka atas tanah tersebut. Mereka berpendirian bahwa sertifikat dimiliki itu prosesnya merupakan mafia. Mereka sangat yakin sertifikat itu milik Arche dan Ching Mei disuruh beliau untuk bantu menjual bukan membalikan sertifikat atas namanya, tanpa sepengetahuan mereka.

"Kami tidak terima itu proses mafia karena setahu kami kakak Arche memintanya membantu menjual bukan membalikan hak milik atas dirinya. Itu perbuatan mafia. Kan dia tau ada keluarga, ada saudarinya Kaka Arche yang tau baik tentang sejarah tanah keluarga itu. Jadi tanah itu bukan miliknya Ching Mei yang kami tau siapa dia dan keluarganya selama ini," ungkap Stef Parera.

Stefanus juga mengatakan bahwa pernyataan proses hukum tanah dengan gugatan Didi di Pengadilan itu saat Arche dalam keadaan sakit berat dan hanya melalui video call dicari tau apa betul sakit. Tidak ada yang lain, tapi  sekarang ini keluarga mempersoalkan sertifikasi berubah ke Ching Mei.

Pernyataan keluarga ini pun didukung oleh semua keluarga yang lain, karena tiba-tiba saja sertifikasi berpindah hak milik. Bahkan pernyataan Ching Mei itu mengetahui Arche punya saudari namanya Triche, tapi beliau kenapa nekat melakukan hal tersebut.

"Kami merasa ada perampasan hak atas tanah keluarga kaget jadi milik orang lain di sertifikat. Ini tidak benar kami tetap mengambil tanah itu. Kami pegang pada rekaman beliau sebelum meninggal tanah itu dia tidak jual. Kami menduduki tanah itu silakan dia gugat, kami tidak takut," kata Woga.

Pernyataan sikap dan pendirian keluarga ini pun sebelumnya telah dimuat dalam media ini pada Senin, (19/8/24), bahwa keluarga Arche menduga Ching Mei melakukan pemalsuan sertifikat tanah di Desa Wairterang Kecamatan Waigete Kabupaten Sikka.

Pihak Notaris/PPAT Gervatius Portasius Mude ketika berita pertama diturunkan langsung menyampaikan ke media pada Rabu, (21/8/24) by telpon WA bahwa proses balik nama sertifikat tanah itu dihadiri dan ditandatangani langsung oleh Gabriel Arche Kaka di kantor sekretariat Notarisnya.

"Beliau datang sendiri  bersama Aci Ching Mei di kantor notaris menghadap  kami menandatangani semua berkas dokumen untuk pengajuan balik nama sertifikat," ungkapnya sambil menyampaikan posisinya lagi di Ende dan sepakat kembali bertemu media ini.  *(go)

Iklan

Iklan