Germanus Attawuwur (Masyarakat Kota Kupang)
Memeriksa Hati, Menguji Motivasi
Menurut jadwal dan tahapan pemilihan kepala daerah oleh KPU, kita telah memasuki Masa Tenang. Masa tenang memang penting. Penting tidak hanya bagi calon kepala daerah dan tim kampanye, tetapi penting juga untuk masyarakat yang memiliki hak pilih. Pertanyaannya, mengapa masyarakat butuh apa yang dinamakan masa tenang itu?
Sejahtera atau tidak masyarakat di sebuah daerah sekurang-kurangnya untuk masa lima tahun ke depan tergantung pada pemimpin yang akan ditentukan oleh masyarakat yang memiliki hak pilih dan menggunakan hak pilihnya pada tanggal 27 November 2024. Jadi pemimpin itu "lahir" dari kehendak mayoritas rakyat. Maka rakyat diharapkan tidak asal memilih karena faktor suku, agama atau bahkan memilih karena faktor iming-iming uang atau janji, tetapi memilih karena berdasarkan pertimbangan yang matang dan cerdas.
Memilih dengan pertimbangan matang dan cerdas, hemat saya bukan hal yang gampang. Karena pemimpin yang dipilih mayoritas suara akan berbhakti kepada kepentingan umum. Dia mempersembahkan dirinya demi hajat hidup orang banyak. Dia mengurbankan dirinya demi kebaikan umum. Karena itu maka kita butuh masa tenang terlebih dahulu. Masa tenang sebagai masa teduh, sebagai masa hening, untuk masuk ke dalam diri sendiri guna memeriksa hati untuk menguji motivasi.Memeriksa hati dan menguji motivasi untuk menggunakan hak pilih harus dikaitkan dengan para calon pemimpin yang akan dipilih. Bila calon dikaitkan dalam pemeriksaan hati maka pengetahuan pemilih akan para calon menjadi syarat mutlak.
Untuk memiliki pengetahuan tentang para calon maka pada masa tenang itu pemilih mentracking, menelusuri rekam jejak, - track racord- calon pemimpin melalui berbagai platform media sosial tentang sepak terjang mereka. Penelusuran track racord calon tentu harus dilakukan dengan motivasi yang jujur dan tulus sehingga hasil penelusuran itu obyetif. Tidak boleh ada niatan busuk. Kita musti membangun kesadaran kolektif bahwa pemimpin yang akan keluar sebagai pemenang adalah pelayan rakyat, abdi masyarakat, yang akan manunggal dengan penderitaan rakyat, yang akan bergulat dengan kepentingan umum maka perlu penyamaan persepsi secara kolektif untuk memilih calon pemimpin.
Pemimpin yang Berkarakter atau Cukup Pemimpin yang Berintegritas?
Ketika kita memeriksa hati untuk menguji motivasi guna menentukan pilihan, maka indikator yang musti dipasang adalah bukan suku atau agama tetapi hasil tracking kita secara obyektif kepada para calon. Maka indikator kita untuk memilih calon pemimpin adalah apakah calon pemimpin itu berkarakter atau cukup yang berintegritas saja?
Menurut Sigmun Freud dia mendefenisikan character is a striving system which underly behaviour. Sementara itu menurut Hanna Djumhana Bastaman, S.Psi karakter merupakan aktualisasi nilai-nilai moral dari luar menjadi bagian kepribadiannya. Sedangkan H. Soemarno Soedarsono mendefenisikan karakter sebagai nilai-nilai yang terpatri dalam diri kita melalui pendidikan, pengalaman, prcobaan, pengorbanan, dan pngaruh lingkungan dipadukan dengan nilai-nilai dari dalam diri manusia menjadi semacam nilai intristik yang mewujudkan dalam sitem daya juang melandasi pemikiran, sikap dan perilaku kita (H. Soemarno Soedarsono:16).
Imam Al Ghazali mengidentikan karakter itu dengan akhlak yang didefenisikan sebagai sifat yang tertanam di dalam jiwa dan dengan sifat itu seseorang akan secara spontan dapat dengan mudah memancarkan sikap,tindakan dan perbuatan.
Karakter itu sangat penting karena diperlukan dalam menentukan arah dan tujuan hidup kita. Peran karakter bagi seorang manusia adalah ibarat kemudi bagi sebuah kapal. Karakter adalah kemudi hidup yang akan menentukan arah yang benar bahtera kehidupan seorang manusia. Jadi karakter itu menjadi pedoman arah bagi seorang pemimpin untuk memadukan antara cipta (olah pikir/ the head), karsa (kehendak dan karya/ the hand), dan rasa (olah hati/the heart). Jika seorang pemimpin berkarakter, ia akan memegang teguh prinsip kehidupan, kaidah-kaidah agama, dan tegar dalam menghadapi situasi dan godaan-godaan apapun dan bagaimanapun. Maka, seorang pemimpin yang memiliki niat untuk korupsi atau mencoba korupsi atau sudah pernah melakukan korupsi, sebenarnya bukanlah (calon) pemimpin yang baik. Karena pemimpin yang berkarakter pastilah orang yang baik, sebaliknya, seorang pemimpin yang baik belum tentu adalah seorang pemimpin yang berkarakter. Karena pemimpin yang berkarakter adalah orang yang baik yang mampu menggunakan nilai baik tersebut melalui suatu daya juang untuk mencapai tujuan mulia yang telah dicanangkan dalam visi, misi dan program strategisnya.
Dari pemahaman di atas kita bisa katakan bahwa seorang yang baik saja belum tentu berkarakter. Tetapi seorang yang berkarakter pastilah orang baik. Orang yang berkaraktr kuat dan baik akan tetap teguh berdiri memegang prinsip-prinsip moral dan tidak akan tergonang dengan godaan-godaan untuk melencengkan kuasa kepemimpinannya. Bila pada akhirnya dia terjerumus dalam praktek-praktek korupsi, kolusi dan nepotisme sebenarnya pemimpin chaitu telah mengkhianati integritas dirinya. Ketika dia mencoreng integritas dirinya, maka dia terjebak dalam pemimpin yang berkarakter buruk atau berkarakter lemah. Bila seorang pemimpin berkarakter buruk, maka akan timbul distrust dari masyarakat. Apapun perkataan pemimpin itu tentu menuai ketidakpercayaan public, apapun tindakan pemimpin tersebut, tentu selalu dicurigai. Maka bila seorang pemimpin yang sudah tidak dipercayai sebenarnya dia telah kehilangan karakternya. Ketika seseorang kehilangan karakternya maka dia harus sadar bahwa dia telah kehilangan segala-galanya. When character is lost, everything is lost.
Lalu bagaimana dengan pemimpin yang berintegritas? Integritas seriang diartikan sebagai kejujuran, ketulusan, keiklhasan. Tetapi jujurnya, integritas itu bukan sekedar menurut penilaian yuridis formal, misalnya tidak korup, tidak suka menipu, tidak suka memutarbalikan fakta. Kata tidak itu berkonotasi negative. Maka integritas itu harus bersifat positif, yang penilaiannya berdasarkan prinsip moral. Jadi orang (pemimpin) yang berintegritas adalah orang yang memiliki prinsip moral, dan standar pribadi yang menjadi pegangan hidupnya, dan dalam keadaan bagaimanapun, ia tetap konsekwen. Ia tetap mendengarkan bisikan hati nuraninya. Dia tidak mau korup, karena korupsi itu berarti mengkhianati integritasnya.
Jhon F. Kennedy, dalam suatu kesempatan berpidato sebagai Presiden Amerika Serikat secara retoris dia bertanya:” Do he has integrity?”(Kanis Pari: 156). Mengapa ada pertanyaan seperti itu? Karena beliau meyakini bahwa integritas adalah sumber etos kepemimpinan. Kekuatan moril untuk mengutamakan keteladanan, empaty, koperatif, akomodatif, komunikatif persuasive.
Penutup
Kesimpulannya adalah kita musti memilih pemimpin yang berkarakter baik dan yang berintegritas kuat. Pemimpin yang berkarakter baik dan berintegritas kuat dilahirkan oleh keseimbangan tajam daya nalar, dan luhur moral budi pekertinya. Pemimpin yang berkarakter dan berintegritas adalah dia yang secara seimbang memadukan antara cipta (olah pikir/ the head), karsa (kehendak dan karya/ the hand), dan rasa (olah hati/the heart) selama masa kepempinannya, bahkan panjang hayatnya.
Pertanyaan reflektif, dari para calon pemimpin ini, adakah yang berkarakter baik dan berintegritas? Mari kita selidiki hati, kita menguji motivasi untuk menentukan pemimpin secara teguh dan meyakinkan pada tanggal 27 November 2024. Pemimpin itu adalah masa depan bangsa. Semoga kita tidak salah memilih kemudian berkubang dalam penyesalan mendalam.
Saya mengutip kata-kata Paus Fransiskus untuk mengakhiri tulisan ini:” Saya mohon kepada Tuhan agar memberi kita lebih banyak politisi yang mampu berdialog dengan tulus dan efektif yang bertujuan untuk menyembuhkan akar-akar terdalam – dan bukan sekadar penampakan – kejahatan di dunia kita! Politik, meskipun sering direndahkan, tetap merupakan panggilan luhur dan salah satu bentuk kasih yang tertinggi, sejauh ia mengupayakan kebaikan bersama. Saya mohon kepada Tuhan agar memberi kita lebih banyak politisi yang sungguh-sungguh terganggu oleh keadaan masyarakat, rakyat, kehidupan orang-orang miskin! Sangat penting bagi para pemimpin pemerintah dan pemimpin keuangan untuk memperhatikan dan memperluas wawasan mereka, bekerja untuk memastikan bahwa semua warga negara memiliki pekerjaan, pendidikan dan perawatan kesehatan yang bermartaba dan kebaikan umum masyarakat” (Evangelii Gaudium, nomor 205)..