Mutiara-tomur.com || Plt.Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi NTT, Joaz B. Oemboe Wanda, SP, menekankan pentingnya pupuk sebagai sarana produksi yang mendukung peningkatan produksi dan produktivitas tanaman pangan, khususnya padi dan jagung di NTT.
Dalam keterangannya, Senin (16/12/2024), ia menyampaikan apresiasi kepada Kementerian Pertanian atas terobosan regulasi yang memangkas jalur distribusi pupuk di lapangan.
“Pupuk memang merupakan salah satu sarana produksi pertanian yang mendukung produksi dan produktivitas, khususnya tanaman pangan kita di NTT seperti padi dan jagung. Kita berterima kasih ke Kementerian Pertanian karena telah membuat terobosan regulasi, aturan, serta memotong mata rantai distribusi, penyambung sisi administrasi, dan penyaluran di lapangan,” jelas Umbu.
Ia menambahkan, fungsi Dinas Pertanian hanya sebatas perencanaan dan pengawasan, sementara pengadaan, pelaksanaan, dan penyaluran pupuk dilakukan oleh distributor dan pihak terkait lainnya. Kuota pupuk subsidi untuk NTT saat ini mencapai 88 ribu ton, meskipun realisasi distribusi baru mencapai 30-40%.
“Sebenarnya di NTT kebutuhan pupuk kita bukan 88 ribu ton, melainkan lebih besar. Luas sawah kita 190 ribu hektar, artinya kita butuh hampir 400 ribu ton. Ini yang menjadi gap,” tegasnya.
Umbu menjelaskan bahwa akses pupuk saat ini lebih mudah karena regulasi yang tidak lagi berbelit-belit. Namun, daya beli petani yang lemah tetap menjadi tantangan. Untuk mengatasi hal ini, Dinas Pertanian berencana memperbanyak KPL (Kios Pengecer Lengkap) di sentra-sentra produksi.
“Kendala di lapangan biasanya di kedua belah pihak. Tidak ada biaya transportasi, sedangkan petani menumpuk pupuk karena terkendala biaya. Oleh karena itu, kami akan memperbanyak KPL, tetapi tentu harus dilengkapi dengan gudang, administrasi, dan manajemen yang baik,” ujarnya.
Selain pupuk subsidi, Umbu mendorong petani untuk memanfaatkan pupuk organik yang tersedia di alam, seperti kompos dan pupuk kandang. Hal ini tidak hanya menjadi solusi di tengah keterbatasan pupuk subsidi, tetapi juga membantu memperbaiki kualitas tanah.
“Kami mengedukasi petani melalui penyuluh lapangan agar mereka bisa menggunakan pupuk organik. Pupuk organik ini memperbaiki unsur tanah dan juga memberikan kesehatan bagi yang mengonsumsi hasil produk pertanian. Dengan pupuk organik, ekonomi petani bisa meningkat, sehingga mereka dapat menebus pupuk non-subsidi,” tambah Umbu.
Lebih lanjut, ia menyampaikan harapan agar petani bisa fokus pada tanaman hortikultura seperti bawang, cabai, dan tomat yang memiliki siklus panen cepat. “Kita berharap petani bisa menanam bawang, cabai, tomat. Ini kan tiga bulan saja. Sambil menunggu, ada cluster bawang yang bisa panen dua sampai tiga minggu sekali, sehingga ekonomi petani cepat berputar,” jelasnya.
Terkait rencana Kementerian Pertanian untuk menyalurkan pupuk langsung ke desa, Umbu mengingatkan pentingnya adanya aturan yang jelas sebelum kebijakan tersebut dijalankan. “Wacana ini sudah disampaikan oleh Pak Menteri dan Menko Pangan, tetapi kita harus punya aturan yang kita pegang. Jangan sampai tiba-tiba sonde jadi, kita bahaya,” tegas Umbu.
Dalam menjawab tantangan ketahanan pangan, Umbu juga menyoroti upaya pembukaan lahan baru yang tengah digalakkan pemerintah pusat. Menurutnya, NTT memiliki potensi lahan kering (LAKER) seluas 4,7 juta hektar yang bisa dioptimalkan untuk lahan pertanian produktif.
“Kita impikan cetak lahan pertanian kering. Tetapi kita harus siapkan air karena keterbatasan kita adalah air. Jadi, kita siapkan embung dan irigasi tersier agar air dapat masuk ke lahan. Usulan ini sedang kita dorong melalui pemerintah pusat,” ujarnya.
Selain itu, ia menyoroti keterlibatan tenaga kerja muda di sektor pertanian. Berdasarkan data, mayoritas petani di NTT berusia 50 tahun ke atas, sementara anak muda cenderung lebih memilih pekerjaan lain.
“Anak-anak muda lebih banyak bekerja di sektor yang cepat menghasilkan uang, seperti ojek atau bermain di media sosial. Padahal, potensi ekonomi pertanian sangat besar. Oleh karena itu, kita mengedukasi mereka melalui bimtek dan kegiatan padat karya agar kembali ke pertanian,” kata Umbu.
Umbu menekankan bahwa sektor pertanian adalah masa depan ekonomi bangsa, karena semua orang membutuhkan pangan. “Pertanian memberikan kontribusi besar bagi ekonomi. Kita harapkan generasi muda bisa menjadi petani milenial yang produktif dan mampu memanfaatkan teknologi,” tutupnya. *(go)