Kupang- Pdt. Ita C. W. Tasi - Adoe dalam kotbahnya selain menyoroti pentingnya ibadah yang berkeadilan dan kesetiaan dalam kasih, juga menekankan bahaya kepalsuan dalam pelayanan, serta menawarkan rencana pelayanan gereja inklusif bagi kaum disabilitas.
Demikian Persidangan Majelis Klasis Kota Kupang ke-XVI Tahun 2025 berlangsung dengan ibadah penuh refleksi spiritual dan perumusan arah pelayanan ke depan yang dilaksanakan pada Gereja Immanuel Jemaat GMIT Oepura Rabu,(26/02/25).
Merujuk pada 1 Timotius 6:11-21, Pdt. Ita mengingatkan bahwa Rasul Paulus telah menasihati Timotius agar waspada terhadap guru-guru palsu yang menggunakan pelayanan untuk kepentingan pribadi.
"Pelayanan sejati bukan tentang keuntungan materi atau status sosial, tetapi tentang kesetiaan kepada Allah dan pengabdian kepada sesama," tegasnya. Ia juga mengajak jemaat untuk lebih peka terhadap bentuk kepalsuan dalam kehidupan bergereja, baik dalam ajaran maupun dalam motivasi melayani.
Selain itu, persidangan ini membahas rencana penting gereja untuk menciptakan lingkungan yang lebih ramah bagi kaum disabilitas. Pdt. Ita Tasi Adoe menegaskan bahwa gereja harus menjadi tempat di mana setiap orang, tanpa terkecuali, dapat merasakan kasih dan keadilan Allah. "Kita tidak hanya dipanggil untuk berbicara tentang keadilan, tetapi juga menerapkannya dengan tindakan nyata. Salah satunya adalah membuka ruang ibadah yang inklusif bagi saudara-saudari kita yang memiliki keterbatasan fisik maupun sensorik," ungkapnya.
Sebagai langkah awal, gereja akan mulai memperhatikan aksesibilitas bangunan ibadah, menyediakan fasilitas pendukung seperti jalur kursi roda, penerjemah bahasa isyarat, serta bahan-bahan liturgi yang ramah bagi penyandang tunanetra dan tunarungu. "Keadilan dalam ibadah berarti memastikan bahwa setiap orang dapat berpartisipasi penuh dalam persekutuan tanpa hambatan," tambahnya.
Semangat berbagi dan kepedulian sosial juga menjadi sorotan dalam persidangan ini. Pdt. Ita mengingatkan bahwa dalam setiap berkat yang diterima, ada hak orang lain yang harus diperhatikan. "Berbagi bukan hanya soal materi, tetapi juga memberikan ruang bagi yang terpinggirkan agar mereka merasa diterima dan dihargai," katanya.
Menutup khotbahnya, Pdt. Ita mengajak semua pelayan Tuhan untuk merefleksikan kembali motivasi mereka dalam melayani dan memastikan bahwa gereja menjadi tempat yang benar-benar mencerminkan kasih Kristus. "Pelayanan yang sejati adalah pelayanan yang menyatukan, bukan yang membeda-bedakan. Mari kita pastikan bahwa rumah Tuhan menjadi rumah bagi semua orang," pungkasnya.
Dengan pesan kuat tentang keadilan, kesetiaan, kepalsuan dalam pelayanan, dan rencana inklusif bagi kaum disabilitas, persidangan ini diharapkan dapat membawa perubahan nyata bagi jemaat sepanjang tahun 2025. *(go)