Polemik Pengangkatan Tenaga Honor di SMKN 2 Kupang, Komite Sekolah Minta Kejelasan

Kupang – Polemik pengangkatan tenaga honor di SMKN 2 Kupang terus bergulir. Ketua Komite SMKN 2 Kupang, Julia Manuhutu, mengungkapkan bahwa ada 11 tenaga honor yang direkrut oleh Plt Kepala Sekolah tanpa melalui kesepakatan dengan komite. Hal ini disampaikan usai pertemuan dengan Komisi V DPRD Provinsi NTT pada Senin (10/2/2025) di Kantor DPRD Provinsi NTT.

"Salah satu polemik di SMKN 2 Kupang adalah tenaga honor yang direkrut oleh Plt Kepala Sekolah. Dari 11 orang yang direkrut, dua di antaranya masih berstatus mahasiswa yang belum lulus," ungkap Julia.

Menurutnya, Plt Kepala Sekolah berdalih bahwa dua mahasiswa tersebut akan segera diwisuda dalam waktu dekat. Namun, Julia menegaskan bahwa komite tidak pernah diajak berdiskusi terkait pengangkatan tenaga honor tersebut.

"Kami tidak pernah duduk bersama untuk membahas ini. Kami juga sudah menerima edaran bahwa sejak September 2024 tidak boleh lagi ada pengangkatan tenaga honor, kecuali setelah pengangkatan tenaga P3K dan jika memang ada kekurangan," jelasnya.

Julia juga menyoroti adanya perintah lisan dari Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan kepada Plt Kepala Sekolah untuk tetap membayar honor bagi ke-11 tenaga tersebut. Namun, komite menolak eksekusi pembayaran tanpa adanya surat resmi.

"Saya sempat bilang pada hari Jumat, tolong kasih saya surat resmi dari dinas sehingga kami bisa eksekusi. Tapi sampai hari ini tidak ada. Jadi kami putuskan untuk pending pembayaran bagi 11 tenaga honor ini," tegasnya.

Komisi V DPRD Provinsi NTT yang menerima aspirasi komite berjanji akan menindaklanjuti persoalan ini dengan memanggil Kepala Dinas, Plt Kepala Sekolah, dan pihak terkait untuk melakukan rapat bersama.

"Komisi V akan mengambil tindakan. Kami akan memanggil Kadis, Plt Kepala Sekolah, serta pihak-pihak terkait untuk duduk bersama menyelesaikan masalah ini," ujar Julia mengutip tanggapan Komisi V.

Komite berharap agar ada tindakan tegas dari dinas maupun DPRD terhadap pihak-pihak yang tidak bisa bekerja sama dengan baik, terutama dalam hal transparansi kebijakan di sekolah.

Kasus ini menjadi sorotan karena menyangkut kebijakan pengelolaan tenaga pendidik serta transparansi dalam pengambilan keputusan di lingkungan sekolah.*(go)


Iklan

Iklan