Kupang – TIGA janda asal Desa Penfui Timur, Kecamatan Kupang Tengah, Kabupaten Kupang, mendatangi Kantor Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) Perwakilan Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) guna mengadukan dugaan perampasan hak tanah mereka. Mereka didampingi oleh kuasa hukum, Yance Mesah, dan berhasil bertemu dengan Abraham Paul Liyanto, senator perwakilan Provinsi NTT pada Kamis, (06/03).
Ketiga janda tersebut mengaku bahwa hak mereka telah dirampas oleh Ayub Tossi, seorang pensiunan pegawai Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Kabupaten Kupang. Dalam pertemuan tersebut, mereka meminta perlindungan hukum atas tanah yang mereka klaim telah dikuasai secara tidak sah oleh Ayub Tossi.
Dalam pertemuan itu, Paul Liyanto mendengarkan langsung keluhan para korban. Ia mengungkapkan bahwa kasus mafia tanah kerap terjadi di berbagai wilayah, termasuk di NTT. "Saya prihatin melihat masyarakat kecil yang haknya diduga dirampas oleh pihak-pihak yang berkuasa. Kasus ini perlu ditindaklanjuti secara serius," ujar Paul Liyanto.
Menurutnya, mafia tanah sering kali memanfaatkan celah hukum dan memiliki koneksi dengan aparat sehingga masyarakat kecil sulit mendapatkan keadilan. Oleh karena itu, ia berjanji akan mengawal kasus ini hingga ada kepastian hukum.
"Saya akan turun langsung ke lapangan minggu depan untuk melihat sendiri kondisi yang sebenarnya. Saya juga akan menemui Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Kupang dan berkoordinasi dengan Kapolres serta aparat penegak hukum lainnya untuk memastikan ada langkah nyata dalam menangani kasus ini," tambahnya.
Paul Liyanto menegaskan bahwa dalam banyak kasus mafia tanah, sering kali ada keterlibatan oknum dari berbagai pihak. “Bukan hanya masyarakat yang diperdaya, tetapi sering kali ada oknum dari instansi terkait yang turut bermain. Inilah yang harus kita bongkar," katanya.
Ia juga menyoroti bahwa permasalahan hukum terkait tanah sering kali berlarut-larut karena adanya celah dalam regulasi. Oleh karena itu, saat ini DPD RI bersama DPR tengah membahas revisi Undang-Undang Agraria untuk memberikan perlindungan lebih kuat terhadap hak-hak masyarakat kecil.
"Salah satu yang sedang kami bahas adalah penguatan sistem sertifikasi tanah berbasis elektronik agar kepemilikan tanah lebih transparan dan tidak mudah disalahgunakan. Selain itu, Undang-Undang terkait hak wilayah juga harus diperjelas agar tidak ada lagi kasus mafia tanah yang merugikan rakyat," jelasnya.
Sementara itu, Yance Mesah sebagai kuasa hukum menegaskan bahwa pihaknya akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas. Menurutnya, ketiga janda ini telah berjuang cukup lama untuk mendapatkan kembali hak mereka, namun selalu menemui jalan buntu.
"Kami berharap dengan adanya dukungan dari DPD RI, kasus ini bisa mendapatkan perhatian yang lebih serius dari aparat penegak hukum. Tidak boleh ada lagi masyarakat kecil yang tertindas hanya karena mereka tidak punya kekuatan untuk melawan," ujar Yance.
Ia juga mengapresiasi langkah yang diambil oleh Paul Liyanto, yang bersedia turun langsung ke lapangan dan berkoordinasi dengan pihak terkait. "Ini adalah langkah positif, dan kami berharap ada hasil nyata yang bisa memberikan keadilan bagi klien kami," tambahnya.
Dengan adanya pertemuan ini, diharapkan kasus dugaan perampasan hak tanah ini dapat segera ditindaklanjuti. Paul Liyanto berjanji akan membawa kasus ini ke tingkat yang lebih tinggi jika tidak ada penyelesaian di tingkat daerah.
"Jika kasus ini tidak selesai di tingkat Kabupaten, maka saya akan membawa langsung ke tingkat Provinsi, bahkan ke Kementerian terkait. Kita tidak boleh membiarkan mafia tanah merajalela dan merugikan masyarakat kecil," tegasnya.
Kasus ini menjadi salah satu contoh nyata bagaimana mafia tanah masih menjadi masalah serius di Indonesia, terutama bagi masyarakat yang kurang mampu dan tidak memiliki akses ke sumber daya hukum yang kuat. Dengan adanya dukungan dari pihak legislatif dan advokat, diharapkan ketiga janda ini bisa mendapatkan kembali hak mereka yang diduga dirampas secara tidak sah. *(go)