Kupang – Para advokat Forum Komunikasi dan Advokasi Komunitas Flobamora (FKKF), kuasa hukum PT Krisrama, melaporkan empat terduga aktor intelektual dalam kasus sengketa tanah Nangahale ke Polda NTT pada Jumat (21/3/2025). Salah satu nama yang mencuat adalah Antonius Johanes Bala alias John Bala, advokat Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN), yang disebut sebagai otak di balik aksi penyerobotan lahan.
Keempat terlapor, yakni John Bala, Antonius Toni (aktivis Aliansi Masyarakat Adat Nusantara/AMAN), Leonardus Leo, dan Ignasius Nasi, diduga menggerakkan massa untuk menduduki lahan Hak Guna Usaha (HGU) PT Krisrama. Mereka dituding memprovokasi warga melakukan pengrusakan fasilitas, pencurian hasil kebun, dan tindakan melawan hukum lainnya.
Koordinator Kuasa Hukum PT Krisrama, Petrus Selestinus, menegaskan bahwa aktivitas kelompok tersebut tidak bisa dibiarkan. “Mereka harus bertanggung jawab secara pidana atas tindakan ilegal ini,” ujarnya.
Dugaan Penyebaran Hoaks dan Provokasi Warga
Selain penyerobotan tanah, John Bala dan kelompoknya juga dituduh menyebarkan informasi bohong yang merugikan gereja dan pemerintah. Kuasa hukum menuding mereka melanggar Pasal 28 UU ITE tentang penyebaran berita hoaks yang menimbulkan kebencian.
“Mereka mengeksploitasi kelompok tertentu dengan mengatasnamakan ‘Masyarakat Adat’ untuk menduduki lahan milik PT Krisrama. Padahal, di Kabupaten Sikka tidak ada tanah adat atau ulayat,” kata Petrus.
Kuasa hukum PT Krisrama menilai pola advokasi yang dilakukan John Bala cs tidak profesional. Mereka disebut mendorong warga bertindak anarkis, termasuk membawa senjata tajam saat berhadapan dengan petugas perusahaan yang tengah memasang pagar di lahan tersebut pada 18 Maret 2025.
Lahan Tak Pernah Kosong, SHGU Sah Secara Hukum
Dalam laporan kuasa hukum PT Krisrama, tanah Nangahale memiliki status hukum yang jelas. Lahan ini telah diserahkan dari Keuskupan Agung Ende ke Keuskupan Maumere pada 2005 dan dikelola oleh PT Krisrama. SHGU terbaru atas lahan tersebut diterbitkan pada 2023 setelah melalui proses hukum yang sah.
“Oleh karena itu, klaim bahwa tanah tersebut adalah tanah adat tidak berdasar. Negara telah memberikan hak guna usaha kepada PT Krisrama dengan syarat-syarat yang telah dipenuhi,” kata Petrus.
Sejumlah warga yang sebelumnya terpengaruh oleh provokasi akhirnya menyatakan keluar dari konflik ini. Tokoh masyarakat Suku Goban, Muhammad Yusuf Lewor Goban dan Yustina, menegaskan bahwa mereka tak ingin lagi terlibat dalam aksi yang dianggap melawan hukum. {go)